II. PEMBAHASAN
2.1 Pentingnya
Pemupukan
Pemupukan harus dikelola dengan baik sehingga dapat menjamin
tercapainya tujuan pemupukan, mengingat biaya pemupukan merupakan salah satu
komponen biaya produksi yang besar. Menurut Suwandi, et.al., 1987, bahwa
biaya pemupukan sekitar 40 – 60% dari biaya perawatan atau sekitar 20% dari
total biaya produksi. Pada Perkebunan Sinar Mas, biaya pemupukan adalah
sebesar US $ 38.74 / ton produk kelapa sawit atau sekitar 21% dari total biaya
(Tan, 1998). Oleh karena itu sangat penting selalu diupayakan
meningkatkan efektifitas dan efisiensi pemupukan.
Efektifitas pemupukan berhubungan dengan tingkat/persentase
hara pupuk yang diserap tanaman. Pemupukan dikatakan efektif jika
sebagian besar hara pupuk diserap tanaman. Sedangkan efisiensi pemupukan
berkaitan dengan hubungan antara biaya (bahan pupuk, alat kerja, dan
upah) dengan tingkat produksi yang dihasilkan. Efisiensi
pemupukan terkait dengan tindakan rekomendasi pemupukan dan manajemen
operasional. Jadi peningkatan efektifitas dan efisiensi pemupukan dapat
dicapai melalui perbaikan manajemen operasional dan rekomendasi pemupukan.
Disamping itu, pemupukan sangat penting bagi pertumbuhan dan
perkembangan tanaman. Tanaman menyerap unsur hara dari tanah dan udara. Hara
yang diserap dari tanah berasal dari tanah itu sendiri dan dari pupuk yang
diaplikasikan. Beberapa hal yang menjadi alasan dilakukan
pemupukan adalah: (1) Tanah tidak mampu menyediakan unsur hara yang cukup bagi
tanaman, (2) Tanaman kelapa sawit memerlukan hara yang besar untuk tumbuh dan
produksi tinggi, (3) Penggunaan varietas unggul yang membutuhkan hara lebih
besar, (4) Unsur hara yang terangkut berupa produksi tidak seluruhnya
dikembalikan ke tanah. Karena itu pemupukan mempunyai tujuan agar tanaman
mampu tumbuh normal dan produksi sesuai dengan potensinya, serta untuk
mempertahankan atau meningkatkan kesuburan tanah.
Jumlah pupuk yang diaplikasikan ke
tanah, paling tidak bisa menggantikan jumlah hara yang diangkut dan tidak
kembali ke dalam tanah. Kondisi ini
minimal dapat mencegah terjadinya penurunan kesuburan tanah, dengan catatan
tidak terjadi kehilangan hara dari tanah akibat pencucian, erosi, penguapan
dsb. Dan sebaliknya jika ingin
meningkatkan kesuburan tanah maka jumlah pupuk yang diaplikasi harus lebih
besar dari yang diangkut saat panen.
Banyak hasil penelitian yang telah
dipublikasikan bahwa aplikasi pupuk akan meningkatkan produksi secara
nyata. Hasil penelitian SMARTRI,
diantaranya adalah di libo (LBE-14), memberikan gambaran bahwa peningkatan
dosis aplikasi TSP dari 70 menjadi 347 gr/Pkk pada tanaman berumur 1 dan 2 tahun
dapat meningkatkan rerata jumlah pelepah dari 48.4 menjadi 54.6. Pada saat produksi, dosis pupuk setara dengan
1.5 kg TSP/pkk/th memberikan produksi terbaik.
Peningkatan produksi mencapai 2 kali lipat (100%) dibandingkan pada
tanaman tanpa pupuk P.
2.2 Pengelolaan
Pemupukan
Pengelolaan
pemupukan dimulai sejak pupuk diterima di gudang sampai dengan diaplikasikan di
lapangan, yaitu secara garis besar berurutan sbb: Gudang – Penyimpanan –
Pengeluaran dari Gudang – Pengangkutan – Pengeceran di lapangan – Aplikasi di
lapangan. Agar dilakukan pengawasan dengan tujuan untuk meningkatkan
efektifitas pemupukan. Kehilangan pupuk (hara pupuk) dapat terjadi pada
setiap tahap kegiatan tsb di atas, baik saat di gudang, pengangkutan,
pengeceran, dan saat aplikasi pupuk.
1.
Gudang
Di Gudang terjadi 3 kegiatan adalah
penerimaan, penyimpanan, dan pengeluaran pupuk. Pada saat penerimaan
dilakukan pengecekan tentang jenis, jumlah, dan kondisi pupuk.
Pengambilan sample pupuk dilakukan sesuai dengan SOP dan selanjutnya dikirim ke
laboratorium SMARTRI-Libo atau Regional Laboratorium yang telah beroperasi di
beberapa PKS untuk menentukan kadar hara pupuk. Yang sangat penting, pada
saat pengambilan sample juga dilakukan pengamatan fisik pupuk apakah sesuai
dengan spesifikasi pupuk, kondisi kemasan dsb.
Penyimpanan di
gudang dipastikan bahwa pupuk tidak terkena air (bocor) dan tidak terekspos
sinar matahari langsung (panas). Penempatannya juga diatur sehingga pada
saat pengeluaran pupuk dapat dilakukan secara first in first out (FIFO) setiap
jenis pupuk. Hal ini akan menjamin bahwa penerapan aplikasi pemupukan
berimbang dapat dilaksanakan dengan baik.
Beberapa
permasalahan yang masih dijumpai di lapangan adalah:
a.
Kapasitas gudang kurang. Sebagian
pupuk disimpan di luar gudang diberi penutup lembar plastik.
b.
Penempatan pupuk yang kurang tepat
sehingga tidak mendukung pelaksanaan FIFO dan pemupukan berimbang.
Seluruh jenis pupuk ditempatkan pada batch yang sama dengan cara
penumpukan. Jenis pupuk yang datang pertama akan berada pada posisi
terbawah, dst. Akibatnya pergantian jenia pupuk dapat dilakukan setelah
habis satu jenis, tidak bisa secara bersamaan beberama jenis pupuk.
c.
Pengambilan sample pupuk masih kurang
sesuai dengan SOP.
d.
Hasil analisa Laboratorium yang terlalu
lama.
2.
Pengangkutan
dan Pengeceran
Pengangkutan
dipastikan pupuk aman sampai di blok, tidak terjadi kebocoran di jalan.
Pengeceran dilakukan sesuai dengan jumlah pohon setiap baris, serta
dosis. Peta titik tanam sangat vital dalam melakukan pengeceran pupuk
yang tepat. Pengeceran yang tepat akan sangat menentukan kemudahan
pelaksanaan aplikasi dan ketepatan dosis. Pada lokasi tertentu yang masih
rawan, diberikan tenaga pengawas khusus terhadap pupuk yang telah diecer di
lapangan, karena sangat rawan pencurian. Bahkan jika dipandang perlu,
pengangkutan pupuk dari gudang ke Blok diberi tenaga pengawal. Yang
sangat direkomendasikan adalah sistim pengeceran dengan until. Pupuk
sudah dibut per until di gudang, selanjutnya dilapangan dilakungan pengeceran di
CR. Beberapa kebun juga masih menggunakan pengeceran langsung sak pupuk
di lapangan.
3.
Aplikasi Pupuk
Aplikasi pupuk
berpengaruh sangat besar dalam menentukan efektifitas pemupukan. Istilah
umum adalah 4 tepat, yaitu: Tepat Waktu, Dosis, Jenis, Cara, dan biasanya masih
ditambahkan satu tepat lagi, yaitu Tepat pelaporan (data). Sehingga
disebut 4 tepat, 5 sempurna.
a.
Waktu
Pengertian
waktu di sini adalah frekuensi pemupukan, selang waktu antar aplikasi pupuk
sama jenis, selang waktu antar aplikasi pupuk berbeda, kondisi cuaca dan
kelembaban tanah.
Waktu
pemupukan akan sangat menentukan besarnya prosentase hara pupuk yang dapat
diserap tanaman dan juga tingkat kehilangan hara pupuk. Pada dasarnya,
pemupukan ideal dilakukan pada saat kondisi tanah lembab atau kadar air pada
saat kapasitas lapang, yaitu saat awal dan akhir musim hujan.
Faktor
yang sangat penting adalah yang berkaitan dengan kondisi kelembaban tanah saat
aplikasi pupuk. Hal ini akan sangat menentikan tingkat penyerapan hara
pupuk oleh tanaman dan kemungkinan kehilangan hara pupuk akibat penguapan,
pencucian dsb. Stategi berikut diberikan sebagai pedoman pemupukan saat
musim kering dan musim hujan.
1) Pemupukan saat musim kering
Secara
umum pemupukan diprogramkan pada bulan dengan curah hujan > 75 mm/bulan.
Aplikasi pupuk harus mmpertimbangkan frekuensi dan volume curah hujan dengan
ketentuan:
- Pemupukan
dihentikan jika 7 hari berturut-turut tidak terjadi hujan.
- Pemupukan
dapat dilanjutkan segera apabila terdapat minimal 2 hari hujan dengan curah hujan
25 mm atau 1 hari hujan dengan dengan curah hujan 50 mm dalam kurun waktu 7
hari berturut-turut.
-
Pemupukan dihentikan kembali apabila: untuk Urea, segera bila tidak ada hujan
dalam 3 hari berturut-turut; untuk pupuk MOP, Kieserite, pupuk mikro segera
setelah 7 hari berturut-turut tidah hujan. (catatan: Pupuk RP, Super Fosfat,
dan Dolomite dapat diaplikasi karena tidak terjadi penguapan).
2) Pemupukan saat musim hujan
Secara
umum pemupukan diprogramkan pada bulan pada bulan dengan curah hujan < 250
mm/bulan.
-
Pemupukan dilakukan pada saat curah hujan < 60 mm per minggu.
-
Pemupukan dihentikan pada saat curah hujan > 60 mm per minggu.
Kecuali
pada kondisi khusus di bawah ini, maka menggunakan pedoman berikut:
-
Pada tanah sangat berpasir, pemupukan diprogramkan pada bulan dengan curah
hujan < 200 mm/bulan. Pemupukan dilakukan apabila curah hujan <
40-45 mm per minggu dan pemupukan dihentikan apabila curah hujan > 40-45 mm
per minggu.
-
Pada areal dengan curah hujan tinggi seperti Papua, Muara Tawas/Kandis,
pemupukan dilakukan pada periode curah hujan terendah.
b.
Dosis
Aplikasi
pupuk dijamin bahwa tanaman menerima pupuk sesuai dengan dosis
rekomendasi. Ketepatan dosis pupuk dipengaruhi oleh: sistim pengeceran
pupuk, alat aplikasi, kondisi fisik lahan (topografi, akses perawatan, dsb).
Pengeceran pupuk disesuaikan dengan kemampuan wajar tenaga angkut manusia dan
dosisnya. Alat aplikasi menjamin bahwa alat tsb memiliki keakuratan yang
tinggi (variasi rendah) dan mudah digunakan (applicable). Alat dengan
luas permukan semakin lebar variasi berat akan semakin besar, misalnya piring
akan lebih besar variasi dibanding mangkok, dan mangkok akan lebih besar
variasi dibanding tabung. Khusus untuk pupuk HGFB sangat disarankan
menggunakan ex. tabung film, pertimbangannya karena memiliki ketepatan yang
tinggi (± 25 gr/tab), serta kelipatannya sesuai dengan dosis umum pupuk HGFB
yaitu biasanya kelipatan 25 gram. Alat aplikasi juga harus memiliki
kelipatan bilangan asli (bukan desimal) dari dosis rekomendasi.
Dosis
atau kuantitas aplikasi pupuk harus mempertimbangkan kapasitas tanah menjerap
hara. Jika jumlahnya melebihi kapasitas tanah, maka mendorong terjadinya
kehilangan hara pupuk. Oleh karena itu pada tanah pasir, dosis aplikasi
cenderung lebih kecil tetapi frekuensi lebih tinggi. Peningkatan frekuensi
akan menurunkan resiko kehilangan hara pupuk.
c.
Jenis
Jenis
pupuk yang diaplikasi harus sesuai dengan yang direkomendasikan. Konversi
jenis pupuk, selain mempertimbangkan kadar total hara, juga tingkat kelarutan,
sifat-sifat hara pupuk dsb.
d.
Cara
Yang
dimaksudkan adalah dimana pupuk ditempatkan/diaplikasikan di lapangan dan cara
menabur pupuk. Pertimbangannya adalah agar tanaman dapat menyerap secara
maksimal, meminimalkan kehilangan hara pupuk, meminimalkan kompetisi dengan
gulma, dsb. Di Perkebunan Sinar Mas dilakukan dengan 3 cara aplikasi yaitu
manual, mekanis dengan fertilizer spreader, dan dengan pesawat.
Hal ini terkait
dengan keseragaman (homogenitas) penyebaran pupuk. Pupuk Urea, MOP dan
Kies, disebar merata dalam piringan sampai batas luar, sedangkan pupuk P (RP,
TSP dsb) ditabur di gawangan mati di atas pelepah untuk tanaman
remaja/tua. Tindakan penyebaran pupuk ini adalah dengan tujuan menurunkan
konsentrasi hara per m2. Tingginya konsentrasi hara akan
berpotensi meningkatkan kehilangan hara pupuk melalui pencucian (leaching) atau
aliran permukaan (run-off). Hal ini berhubungan dengan tingkat kapasitas
tanah menjerap unsure hara. Sampai dengan saat ini, aplikasi mekanis
(pesawat, fertilizer spreader) menunjukkan hasil yang baik, dari produksi dan
kadar hara daun.
2.3 Kehilangan Hara Pupuk
Kehilangan hara pupuk dapat melalui beberapa cara yaitu:
penguapan (volatilisasi), pencucian (leaching),
aliran permukaan (run off), erosi. Jumlah dan proporsi kehilangan
hara sangat dipengaruhi oleh sifa-sifat unsur hara itu sendiri, apakah banyak
hilang karena penguapan, pencucian dsb.
a.
Penguapan
Kehilangan
N pada pupuk Urea akibat penguapan sangat beragam dan cukup tinggi yaitu
4-60%. Beberapa faktor yang mempengaruhi penguapan:
-
Kelembaban tanah: Aplikasi pupuk N pada saat tanah lembab, bukan saat tanah
kering atau basah melebihi kapasitas lapang (jenuh air).
-
Pola curah hujan: Pada saat bulan kering dan curah hujan tinggi maka kehilangan
N akan meningkat.
-
Jenis pupuk: Meskipun harganya paling murah sebagai sumber N, tetapi pupuk Urea
terjadi penguapan yang sangat tinggi apalagi jika tidak segera tercampur dengan
tanah setelah aplikasi.
-
Dosis pupuk: Semakin tinggi dosis maka resiko kehilangan hara akan semakin
besar (absolut).
b.
Pencucian
Kehilangan hara
pupuk akibat pencucian berkisar antara 3-35%. Beberapa faktor yang
mempengaruhi pencucian:
-
Jenis hara: Paling banyak adalah unsur N, dan juga K & Mg
-
Tekstur: Tanah pasir dengan sifat sangat rendah daya memegang air dan hara akan
terjadi pencucian yang tinggi.
-
Pola curah hujan: Semakin tinggi curah hujan maka potensi terjadi pencucian
juga akan meningkat.
-
Dosis pupuk: Mengingat kapasitas tanah menjerap hara terbatas, maka dosis pupuk
tinggi akan berpotensi meningkatkan terjadinya pencucian.
c.
Aliran
Permukaan
Kehilangan
hara pupuk akibat aliran permukaan dapat mencapai 22% dari N pupuk yang
diaplikasi dan 12% K pupuk. Tingkat terjadinya aliran permukaan dipengaruhi
oleh penutupan permukan dan kemiringan lereng. Pada tanaman TBM dengan
penutupan LCC yang baik maka akan menurunkan proses aliran permukaan.
Sedangkan jika terjadi suatu areal sangat terbuka misalnya sebagai akibat pemakaian
herbisida yang berlebihan, maka aliran permukaan akan meningkat. Semakin
curam lereng maka potensi aliran permukaan juga meningkat.
d.
Erosi
Kehilangan
hara pupuk akibat erosi adalah sekitar 11% N yang diaplikasi, tetapi umumnya
lebih rendah untuk unsur P, K, dan Mg. Fenomena kehilangan hara akibat erosi hampir sama dengan
akibat aliran permukaan. Perbedaannya adalah pada aliran permukaan,
kehilangan hara dalam bentuk terlarut dalam air. Sedangkan yang terjadi
akibat erosi adalah kehilangan hara dalam bentuk yang terkandung dalam material
tanah. Jadi besar hara hilang sama dengan material tanah yang
tererosi. Erosi terjadi pada lapisan atas tanah yang subur.
III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Efisiensi
pemupukan terkait dengan tindakan rekomendasi pemupukan dan manajemen
operasional. Jadi peningkatan efektifitas dan efisiensi pemupukan dapat
dicapai melalui perbaikan manajemen operasional dan rekomendasi pemupukan. Pengelolaan pemupukan dimulai
sejak pupuk diterima di gudang sampai dengan diaplikasikan di lapangan, yaitu
secara garis besar berurutan sbb: Gudang – Penyimpanan – Pengeluaran dari
Gudang – Pengangkutan – Pengeceran di lapangan – Aplikasi di
lapangan. Kehilangan hara pupuk dapat melalui beberapa cara yaitu:
penguapan (volatilisasi), pencucian (leaching),
aliran permukaan (run off), erosi
3.2. Saran
Kami sangat menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini
masih terdapat kesalahan/kekurangan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan
sumbangsih saran yang membangun demi kesempurnaan dan perbaikan makalah ini
selanjutnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim. 2010. Proses Pembuatan
Pupuk Urea.Online (www.pusri.co.id). Diakses pada tanggal 28
September 2013.
Dian k. Wardhany, fitry
ayunintiyas. 2008. Pengolahan limbah cair pabrik pupuk urea dengan menggunakan
proses gabungan nitrifikasi dinitrifikasi dan microalgae. Online
(www.cheundip.com). Diakses pada tanggal 28 September 2013.
Ea kosman anwar dan husein
suganda. 2002. Pupuk limbah industry. Online (www.bloger.kebumen.info.com).
http://maqalah.blogspot.com/2013/09/makalah-pemupukan-tanaman.html
Sumarnianti usman. 2008.
Verifikasi metode pengujian NH3 pada sampel udara ambient. Makassar : SMAK
Tidak ada komentar:
Posting Komentar